Huaaa… Ha min satu nih… ini salah satu PR gue yang kepending gara-gara buku gue melalang buana ke sobat-sobat kental gue yang pada rebutan untuk baca setelah gue bilang, "Buku ini keren dan smart !"
Hopefully, i’m one of the lucky five :)
Ayo mulai...
Hehehehe...
Okay, dari depan...
Covernya lumayan begitu simpel dan minimalis, sesuai dengan apa yang diceritain Ika disini, dimana dia terjun langsung dalam desain cover bukunya. Makna perceraian secara harfiah emang tergambarkan dengan adanya pemisahan box his dan her.
Di buku Ika yang kedua ini, nama tokoh utamanya tetep Alexandra. I’m still wondering why she always uses this name. Ika, any comment ? hehehe…
Lanjut…
Karakternya Lexi kayanya karakternya Ika juga kali yah… hehehe… itu sih asumsi saya ajah. Soalnya diantara karakter yang lain, emang karakternya si Lexi yang tegas terbentuk dengan jelas. Atau karena Lexi adalah tokoh utama ya?!
Tapi yang saya bingung, kayanya Ika ga pernah mendeskripsikan kondisi pisik dari si tokoh utamanya. Apa karena bingung juga mendeskripsikan diri sendiri yang ada di tokoh Lexi? Hihihi… just my assumption, Mba Ik!
Oiya… ada salah satu hal yang bikin gue tertarik ama buku ini adalah Grey’s Anatomy. There’re McSteamy, McDreamy and their appearance in their blue scrub.
So familiar for me!
And I guess, Beno –Cardiologist- is inspired by Preston Burke.
Tapi gue sempet bengong juga, apa bener kalo punya orang terdekat - yang notabene adalah dokter spesialis- bakalan nyaranin kita untuk tes ini itu seperti yang di semua episode Grey’s Anatomy ? waduh… serem juga denger respon Beno pas Lexi kena bola or jatoh keseleo di mal. Such scary tests for simple accident?!
Tentang cara mencinta. Gue jadi mikir, apa itu adalah suatu tahapan dalam hidup untuk mencinta? Dulu ketika mereka sama-sama tergila-gila satu sama lain, their way of love was such teenages, mencinta dengan sikap yang positip. Kemudian ketika keduanya sama-sama sibuk dan didn’t get their rhythm to save theirs, they suddenly changed their way to keep loving each other, by fighting and arguing. Begitu yang gue tangkep. Sebenernya mereka sama-sama masih cinta, tapi kayanya dua-duanya gengsi.
Gue suka semua perasaan Lexi yang diceritakan Ika.
Ketika malam dia minta cerai dari Beno. Menurut gue, itu wajar karena semua perempuan pasti akan punya pikiran seperti itu walau emang egois. Tapi, sadar apa engga, bikin gue mikir kalo cewe emang egois untuk hal tertentu, untuk hal yang paling dia sayang because she doesn’t want to lose it.
Ketika dia menyadari apa kata hatinya tentang orang yang dicintainya, lewat paspor & visa. Such a nice way to remind all best travels & memories she ever had.
Gue suka cara bercerita Ika yang tiba-tiba langsung nyeritain New York dan membawa opini pembacanya supaya berpikir tentang New York. Nice way guiding our curiosity to the ‘right place’. Itu yang bikin gue salut. Untuk buku yang yang kedua ini, Ika udah bisa ngebawa esmosi (bukan miss typo kok, bentuk lain dari “emosi “).
Juga, gue suka ending nasi goreng Sabang yang Cuma ceban itu. Ternyata nilai ceban itu setara sama nilai kebersamaan yang langka banget bisa mereka dapetin.
Well, gue suka ama buku ini tentang pemikiran-pemikiran Lexi yang kadang membuat gue berpikir selamay perjalanan otw pulang ke rumah or berangkat ke kos.
Tentang perceraian, yang sampe dengan saat ini di benak gue adalah, NEVER EVER ASKED IT FROM YOUR HUBBY. Secara, nikah bukan suatu hal yang simple semudah membubarkannya dengan talak. Gue setuju kalo Lexi dan Beno emang kurang berusaha lebih keras untuk mempertahankannya. Tapi balik lagi, setiap pasangan mungkin emang punya caranya masing-masing untuk mencinta.
Tamat.
Ps. Ika… gue dapet bukunya dong :). I’m waiting for your third novel. Btw, any contest for your free 3rd novel ?!
special for Chasing the 2nd edition of divortiare
weleh..weleh....weleh.....
BalasHapusThx dah ngasih komentar mba...apa kita buat aja komunitas blogger bekasi???
BalasHapus